Sebagian besar kasus ngompol pada anak dapat sembuh dengan sendirinya ketika usia anak mencapai 10 – 15 tahun. Hanya sekira 1 dari 100 anak yang masih tetap ngompol setelah usia 15 tahun. Bila diabaikan, hal ini akan berpengaruh bagi anak. Biasanya, anak menjadi tak percaya diri, rendah diri, malu, dan hubungan sosial dengan teman-temannya pun terganggu. Dalam dunia kedokteran, ngompol-tidak dapat menahan keluarnya air kencing dikenal dengan istilah enuresis. Lebih khusus lagi, ngompol yang terjadi ketika tidur pada malam hari biasa disebut nocturnal enuresis. Ngompol masih dianggap normal bila terjadi pada anak balita. Namun, jika anak di atas usia 5 atau 6 tahun masih ngompol, setidaknya 2 kali dalam sebulan, hal ini perlu mendapat perhatian khusus.
Penyebab mengompol pada anak-anak antara lain :
• Faktor keturunan.
Bila salah satu dari Anda mengalami masalah ngompol saat kecil, maka 40% kemungkinan si kecil akan mengalami masalah yang sama. Bila Anda berdua sama-sama pernah mengalami masalah mengompol, maka 70% kemungkinan si kecil pun akan mengalami masalah mengompol.
• Volume air kemih yang diproduksi.
Pada beberapa anak, volume kemih yang diproduksi pada malam hari cukup banyak, sehingga kandung kemihnya penuh. Sedangkan pada beberapa anak lainnya, volume air kemih yang diproduksi malam hari hanya setengah dari produksi pada siang hari, sehingga kandung kemihnya tidak terlalu penuh.
• Masalah psikologis.
Beberapa anak mengompol, ternyata mengalami ketakutan, kekhawatiran, dan ketidaknyamanan di lingkungan sekolah atau rumahnya. Sebagian lainnya, mengalami rasa tidak bahagia karena kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, antara lain karena bersaing dengan adiknya yang baru lahir atau masih bayi.
• Tidur terlalu nyenyak.
Pada sebagian anak yang mengompol, orang tuanya mengeluhkan anak mereka kalau tidur sangat sulit untuk dibangunkan. Ini merupakan salah satu ciri khas pada anak-anak yang mengalami gangguan mengompol.
• Gangguan pernapasan.
Dari hasil riset yang dilaporkan New Scientist disebutkan anak-anak yang menderita gangguan pernapasan akibat kelainan bentuk pada langit-langit rongga mulutnya, mengalami masalah mengompol.
• Infeksi saluran kemih.
Penyakit infeksi ini agak susah diketahui karena bisa tidak bergejala. Kalaupun ada, gejalanya rasa ingin buang air kecil, demam ringan, nyeri, dan rasa seperti terbakar pada saluran kemih atau ginjal.
• Gangguan hormon ADH.
Hormon ADH (antidiuretic hormone) yang berfungsi memberitahu ginjal untuk mengurangi jumlah urin yang diproduksi. Beberapa orang menghasilkan hormon ADH yang tidak tepat di malam hari sehingga produksi urin tetap tinggi. Atau bisa juga produksi hormon ADH yang cukup tapi tidak direspon oleh ginjal sehingga terus menghasilkan jumlah urin yang sama seperti siang hari.
• Kandung kemih yang lebih kecil.
Umumnya kapasitas dari kandung kemih penderita nocturnal enuresis untuk menampung urin lebih kecil dibanding dengan orang yang tidak mengompol. Jika jumlahnya melebihi kapasitas dan tidak mampu menahan, menyebabkan otot-otot pada kandung kemih tegang yang kemudian menyebabkan buang air kecil berlebih.
Diagnosis
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, biasanya dokter akan bertanya mengenai riwayat kesehatan penderita, seperti keluhan-keluhan yang muncul, penyakit yang diderita sebelumnya, penyakit yang dimiliki keluarga, riwayat alergi, dan obat-obatan yang sedang diminum.
Selain itu, dokter akan bertanya tentang pola buang air besar, dan keluhan ketika buang air kecil, misalnya kencing tidak puas, atau nyeri sewaktu kencing. Sering kali, dokter juga bertanya tentang permasalahan yang sedang terjadi di rumah atau di sekolah untuk menentukan tipe enuresis. Setelah riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik dilakukan, pada umumnya dokter akan melakukan tes urin.
Penanganan
Dampak secara sosial dan kejiwaan yang ditimbulkan akibat enuresis sungguh mengganggu kehidupan seorang anak. Karena itu, pengobatan terutama bertujuan agar dampak-dampak tersebut bisa lenyap dari kehidupannya. Pengobatan juga diharapkan akan dapat menghilangkan penyebab utama enuresis.
Penanganan enuresis dibagi dalam 2 kategori:
Penanganan tanpa obat (nonpharmacologic)
Pilihan penanganan enuresis tanpa obat bisa dilakukan lewat terapi motivasi (motivational therapy), terapi menggunakan alarm (behaviour modification), latihan untuk menahan keluarnya air kencing (bladder-training exercise), terapi kejiwaan (psychotherapy), terapi melalui makanan (diet therapy) dan terapi hipnotis (hypnotherapy).
Motivational therapy dilakukan dengan memberikan hadiah (reward system) untuk memotivasi anak agar tidak ngompol. Umumnya dipakai memakai kartu dan catatan harian untuk mencatat hasil yang telah dicapai si anak. Bila dalam 3 hingga 6 bulan cara ini gagal maka sebaiknya dipilih metoda lainnya.
Behaviour modification merupakan cara yang memiliki tingkat keberhasilan cukup tinggi, mencapai 50%-70%. Sukses ini terutama terjadi pada anak-anak besar yang memiliki motivasi kuat dan mendapat dukungan penuh dari anggota keluarga. Metode ini didasarkan pada penggunaan alarm yang ditempelkan di dekat alat kelamin. Bila anak mulai ngompol, alarm akan bergetar atau berbunyi. Kondisi ini menyebabkan anak terbangun dan menghambat pengeluaran air kencing yang telah sedikit keluar. Orang tua dapat membantu anak untuk melanjutkan buang air kecil di toilet. Hasil yang diperoleh sebaiknya juga dicatat dalam catatan harian dan akan lebih baik bila dikombinasikan dengan reward system. Perubahan positif dari metode alarm biasanya mulai terjadi setelah alat digunakan selama 2 minggu atau beberapa bulan.
Bladder training exersice biasanya dilakukan pada anak dengan kapasitas kandung kencing yang kecil. Anak diminta untuk menahan keluarnya air kencing selama beberapa waktu.
Hypnotherapy, diet therapy dan psychotherapy belum banyak dilakukan pada anak-anak dengan enuresis primer. Terapi diet sebenarnya bisa juga dijadikan pilihan pada beberapa pasien. Karena, makanan yang mengandung kafein, cokelat, serta soda diduga mempunyai pengaruh terhadap terjadinya episode enuresis.
Penanganan menggunakan obat-obatan (pharmacologic).
Obat-obatan hanya diberikan pada anak di atas 7 tahun. Itupun dengan catatan, bila penanganan tanpa obat tidak berhasil dilakukan. Catatan sehari-hari tentang ngompol atau tidaknya si anak juga sangat diperlukan untuk menunjang proses pengobatan.
Penanganan anak yang mengalami enuresis memang tidak mudah. Tapi setidaknya kasih sayang, kesabaran serta pengertian orang tua untuk tidak memarahi atau menghukum ketika anak ngompol akan membantu membangun kepercayaan diri anak.
Pengaruh buruk secara psikologis dan sosial yang menetap akibat ngompol, akan mempengaruhi kualitas hidup anak sebagai seorang manusia dewasa kelak. Karena itu sudah selayaknya bila masalah ini tidak dibiarkan berkepanjangan.
sumber : http://onclinic.files.wordpress.com/2010/03/mengompol.jpg
http://pondokibu.com/anak-sudah-besar-kenapa-masih-ngompol.html